BAB 1
MOMENT
Beberapa moment dari hidup saya sangat kacau, dari pendidikan saya yang tak kunjung selesai, dan mental saya yang sering kali brekdwon membuat saya bingung menatap hidup untuk kedepanya. Saya selalu bertanya kenapa hidup saya ada di posisi sekarang ini?
Saya selalu menyalahkan orang tua saya, atas didikanya yang selalu membuat saya tidak bisa mengambil keputusanya sendiri, dan ketika saya dewasa semua itu harus saya hadapi sendiri dan di umur yang sudah menginjak 26 tahun saya mulai baru ingin menerbangkan kepakan "sayap" pertama. Saya terima bahwa saya telah gagal, skripsi yang harusnya menjadi tanggung jawab dengan orang tua, saya biarkan selesai pada bab 3 akhir tersimpan di file dalam laptop bercampur dengan file organisasi kampus.
Entah kenapa semua kesalahan orang tua jadi bahan bakar benci. Tidak ada semangat hidup, hingga akhirnya sakit mental ini merambah ke sakit fisik. Makin berat, rasanya menyerah adalah salah satu pilihan dari ribuan soal pilihan ganda yang ada. Biarkan saya si sulung ini gagal toh adik-adik saya sudah membanggakan kedua orang tua dengan bekerja di kementerian dan perusahaan BUMN.
Jadi biarkan saya menjadi bahan omongan tetangga dan menjadi perbandingan bagi adik-adik saya Lumayan menambah pahala.
1 bulan lalu saya menghabiskan waktu berjam-jam menaiki bus jurusan Raja Basa - Masuji. Mendadak ia menelpon menyuruh pulang ibu ingin mengobrol soal sakit saya. Gemetar dan marah karna sudah tersimpan dendam, saya selalu berpikir bahwasanya saya begini adalah ulah kalian. Karna kalian abaikan saya, tapi entah kenapa kali ini perasaan itu tidak muncul.
Tiba-tiba saya bercerita banyak hal, dengan lapang dada bercampur isak tangis, tertawa, lalu kembali ke obrolan santai, kami membahas banyak hal, dari si Rani anak tetangga yang menikah dengan seorang duda anak 3, sampai si Budi yang sekarang bekerja di Thailand dan sudah menjadi transgender disana, dan merubah namanya menjadi Bella sungguh sangat kontras.
Dan Nur adik kedua perempuan saya yang kemarin pulang hanya sebentar menanyakan kalau ia rindu dengan saya, "kata Nur dia kangen sama mas Alip," ujar Ibu yang waktu itu matanya sangat sayu dan terlihat sangat tua, entah sudah berapa lama saya tidak melihatnya.
Lalu kami pindah kehalaman belakang rumah, ibu membuatkan Teh Tawar Hangat. Kami diam cukup lama sampai ibu bilang.
"Lip, Alip Masih bisa?" saya menengok perlahan, tidak ada jawaban, sampai kami. Memutuskan untuk berpisah di beranda rumah besoknya.
Saya kembali pulang memulai rutinitas yang bahkan saya tidak tahu ini adalah prioritas hidup saya atau bukan, tiba-tiba malam kemarin saya mencoba meresapi kata-kata ibu malam itu. "Alip masih bisa? " kata yang bisa dimaknai dari sebuah pertanyaan dan semangat.
Meresapi maknanya.
Sialnya, saya terhenyak,
Hati saya keras, masih.
Emosi tidak stabil, tiba-tiba saya takut.
Saya pernah "kehilangan" Bapak 3 tahun yang lalu, sebuah penyakit aneh dan langka yang tidak bisa disembuhkan, waktu itu entah kenapa saya tidak menangis dan tersenyum ditengah jeritan dan pekikan keluarga, kedua adik saya bahkan sampai pingsan beberapa kali.
Bahkan dalam liang kubur saya ikut memasukan dan melihat jasad Bapak sampai tubuhnya ditutupi papan.
Entah kenapa demikian tidak ada ekspresi sama sekali, hanya saja dihati saya bergejolak tidak jelas, satu sisi saya hanya anak yang di dijaga dengan begitu manja sehingga membuat saya seperti ini, hilang arah, ditekan dunia dewasa yang keras.
Lagi-lagi saya takut
Omong kosong yang saya bangun runtuh
Takut saya kembali penuh.
BAB II
MANTURIK
Selesai Mas Alip cerita, ia masih memegang botol Mineral yang baru saja dibelinya dari tukang Asongan, Meremasnya dengan perlahan kesal.
Saya berkenalan dengan Mas Alip di Bis selepas lebaran kemarin, saya hendak pulang untuk kembali bekerja dan ia kembali menyelesaikan Skiripsinya di UNILA , obrolan panjang kami dimulai dari hal kecil sebenarnya.
Tulang Bawang, Unit2 18 Mei 2021
"Permisi Mas" saya yang sedari tadi berdiri akhrinya mendapatkan tempat duduk.
"ohiya silahkan" Mas Alip, memepersilahkan saya duduk
"mau kemana mas?" tanya saya seperti basa-basi kebanyakan.
"saya mau ke Bandar Lampung" jawabnya dengan singkat, saya kira obrolan kami slesai sampai disini.
" ohiya kalau Mas, mau kemana? " tanya Mas Alip, sembari membenarkan tempat duduknya.
"saya mau ke Metro Mas,"
"ohiyaa metro" balas percakapan kami berlanjut, Ternyata Mas Alip ini orangnya mudah Akrab dengan orang yang tak dikenal sudah setengah jam perjalanan kami mengobrol banyak hal mulai dari ongkos bis yang naik berkali-kali lipat karna lebaran, sampai utang negara indonesia.
Dan kami baru sadar bahwa kami belum kenal satu sama lain.
"ohiya, kenalan dulu dong haha, saya Alip mas"
"ohiya mas, saya Romdon"
"jadi mas Alip kerja di Balamp?" Balamp, sebuah singkatan dari bandar lampung ciri khas orang kampung yang selalu menyingkat nama kota.
"Ndak mas, saya masih Kuliah semester akhir," jawabnya
"ohalahh iya2 mas ngambil jurusan apa? "
"Tehnik Geodesi Unila"
"wahh kebetulan kawan saya ada itu mas disitu angkatan 2015, Manturik namanya"
"haha astaga sempit banget dunia ini, itu adek tingkat saya malah, dulu dia saya yg ngospek"
Kamipun tertawa, setengah jam menceritakan masa Ospek Manturik ini. Jadi manturik ini badnya tinggi gede, palaknya plontos dan wajahnya seram tapi kata mas Alip ia pernah kencing dicelana gara-gara dibentak senior wanita karna ketahuan tidak menghabiskan Bubur kematian. Saya sempat tanya apa itu "Bubuk Kematian" jadi Bubur Kematian adalah, nasi sayur beserta lauk dan banyak air, yang sudah dicampur rata di dalam sebuah baskom besar,
Kami berduapun tertawa lepas.
Sampai pada titik dimana Mas Alip Tanya kerjaan saya.
"jadi dimetro dirimu kerja dimana?"
"saya tinggalnya dimetro mas tapi Kalau kerja ngajar di SMP Swasta di Batanghari."
"Ngajar apaa? "
"Bimbingan dan Konseling Mas. "
"ohh Bimbingan dan Konseling, ngurusin anak2 nakal dong berarti"
"wahh, enggak dong mas saya tetap mengurusi anak-anak yg baik juga, itumah guru BK jaman mas Alip masih Sekolah mungkin, hhaha"membenarkan pertanyaanya.
Sampai tukang asongan menawarkan jajananya saya membeli kacang bawang, dan mas Alip membeli sebotol air mineral.
"BK itu sama dengan Psikolog ya? " obrolan kami kembali dimulai
"ndak mas beda ya walaupun ranahnya masih sama, sikologi juga tapi kami Di BK lebih ke konseling untuk remaja usia sekolah sih mas, tapi kami juga belajar teori-teori psikologi pribadi, dan secara umum.
"kenapa mas Alip mau saya konselingi?" terus saya, sembari bercanda.
"Boleh deh haha" jawab mas Alip mengagetkan saya.
Lalu Mas Alip merubah duduknya sekarang agak mengingat-ingat kejadian demi kejadian dalam hidupnya.
"gini mas Romdon Beberapa moment dalam hidup saya sangat kacau........
BAB III
Penyesalan atau penyelesaian
Lagi-lagi saya takut
Omong kosong yang saya bangun runtuh
Takut saya kembali penuh.
Saya harus bagaimana sekarang, saya mungkin bisa saja terlihat kuat tapi dalam diri saya bisa kapan saja runtuh rata tak bersisa.
"Mas begini, kalau saya boleh memberikan tanggapan mas Alip mungkin saat ini sedang di masa benar-benar jatuh dan tidak tahu arah ingin kemana? Mencoba naik tapi tidak ada pijakan pembelajaran di masa lalu, mas Alip sadar bahwasanya saat ini sedang mengalami sesak dalam diri mas Alip Bingung dan Takut, tapi yakinlah tanpa disadari jawaban itu sudah ditemukan saat mas alip Pulang dan menemui ibu"
"Alip masih bisa!" bukan pakai tanda tanya tapi pakai tanda seru.
Ibu sepenuhnya sudah menyerahkan apapun keputusan Mas Alip, mau mas Alip merasa gagal, merasa tidak baik-baik saja, sebenarnya pulang adalah tempat ternyaman untuk mencari jawaban. Duduk tenang diberanda rumah memupuk kembali semangat.
Sekarang atau besok, kemarin atau lusa semua orang itu pasti ada yang namanya masalah mas, tapi tergantung kita kita akan mengalami penyesalan atau penyelesaian.
Mas Alip sangat mendengarkan saya ketika berbicara kami diam agak lama mas Alip memalingkan wajahnya kejendela seolah mencari jawaban tarik nafas panjang lalu berkata.
"Makasih ya Don, hari ini saya akhirnya menemukan sedikit tenang. Tenang bahwa bodohnya bertahun-tahun ini saya memupuk benci tanpa sebab.
Saya tau perjalanan saya masih panjang, entah ini akan jadi seberkas ingatan atau sekedar emosi semata. Tapi saya rasa pertemuan denganmu ini jadi jawaban yang saya butuhkan. Terima kasih ya"
Lalu kami berpisah di persimpangan jalan, saya turun ke Arah Kota Metro, Mas Alip melanjutkan perjalananya ke Kota Bandar Lampung, sebelum itu saya memberikan nomor saya, dan nomor seorang teman Psikolog yang mungkin bisa menolong atau memberikan jawaban 100 persen dari soal pilihan ganda dalam hidupnya.
Komentar
Posting Komentar